Menggunting Kuku Saat Haid
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Ustadz apa hukumnya menggunting kuku
saat haid? Adakah hadis yang melarangnya? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Jawaban:
Hukum menggunting kuku ketika haid
atau yang sedang nifas adalah boleh sebab tidak ada dalil yang melarangnya.
Yang diperingatkan Rasulullah adalah jangan sampai ketika mandi junub atau
bersuci dari haid meningga sehelai rambut atau sekecil apa pun bagian dari kulit
atau kuku yang tidak terkena air. Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu
berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Barangsiapa yang meninggalkan tempat sehelai rambut saat mandi junub yang
tidak terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini dan begini dengan
api neraka." (HR. Ahmad).
Adapun wanita yang kuku panjang maka
disunnahkan baginya untuk memotongnya karena memotong kuku bagian dari sunnah
fitrah, sebagaimana yang dibadakan Rasulullah Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw
bersabda, "Lima macam dari fitrah: dikhitan, mencukur bulu kemaluan,
mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan mencukur kumis." (HR. Bukhari
dan Muslim). Wallah A'lam.
Ust. Iman Sulaiman Lc.
Cara Mandi Setelah Haidh
Assalammualaikum Wr.Wb.
Ustadz, saya ingin bertanya tentang
tata cara mandi setelah haid. Dari beberapa buku yang saya baca, disebutkan
bahwa kita harus berwudhu sebelum mandi, kemudian mandi membasahi seluruh
tubuh. Tetapi saya juga mendengar bahwa kita harus menggunakan debu dari
dinding kamar mandi. Mohon penjelasannya ustadz. Saya harap ustadz memberikan
tahapan-tahapannya, karena ini adalah masalah yang penting.
Atas jawaban ustadz saya ucapkan
terima kasih
Wassalammualaikum Wr.Wb.
Siti Rahmawati
Jawaban:
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Bismillah, Washshaltu Wassalamu 'ala
Rasulillah, Waba'du.
Mandi wajib adalah istilah yang sering
digunakan oleh masyarakat kita. Nama sebenarnya adalah mandi janabah/junub.
Mandi ini merupakan tatacara/ritual yang bersifat ta'abbudi dan bertujuan
menghilangkan hadats besar.
Hal-hal yang Mewajibkan Mandi Janabah
a. Keluarnya mani/sperma
Baik dengan sengaja atau tidak
Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya
air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma)."
b. Bersetubuh
Meskipun tidak keluar air mani, yang
penting telah terjadi persentuhan antara dua alat kelamin.
Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda, "Apabila dua kelamin bertemu, maka sudah wajib mandi. Aku
melakukannya dengan Rasulullah SAW maka kami mandi."
c. Meninggal
Yaitu kewajiban untuk memandikan
jenazah. Nabi Saw besabda tentang muhrim (orang yang sedang ihram) tertimpa
kematian,
"Mandikanlah dengan air dan daun
bidara".
d. Haidh / Menstruasi
Dalil : Nabi SAW bersabda,
"Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh),
maka mandilah dan shalatlah." (HR Bukhari dan Muslim)
e. Nifas
Yaitu berhentinya keluar darah sesudah
persalinan/melahirkan
f. Melahirkan
Yaitu sehabis bersalin meski tanpa
nifas.
Rukun Mandi Janabah
Untuk melakukan mandi janabah, maka
ada dua hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:
a. Niat dan menghilangkan najis dari
badan bila ada.
Sabda Nabi SAW, "Semua perbuatan
itu tergantung dari niatnya." (HR Bukhari dan Muslim)
b. Meratakan air ke seluruh tubuh
(termasuk rambut)
Sabda Nabi SAW, "Setiap bagian di
bawah rambut adalah janabah, maka basahkanlah rambutmu dan bersihkanlah
kulit."
Tata Cara Mandi Janabah
Pertama kedua tangan dicuci, kemudian
mandi pertama kepala, kemudian terus dari bagian sebelah kanan, kemudian kiri,
terakhir cuci kaki.
Adapun urutan-urutan tata cara mandi
junub, adalah sebagai berikut
a. Mencuci kedua tangan dengan tanah
atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukan ke wajan tempat air.
b. Menumpahkan air dari tangan kanan
ke tangan kiri.
c. Mencuci kemaluan dan dubur.
d. Najis-nsjis dibersihkan.
e. Berwudhu sebagaimana untuk sholat,
dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.
f. Memasukan jari-jari tangan yang
basah dengan air ke sela-sela rambut,
sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya
telah menjadi basah.
g. Menyiram kepala dengan 3 kali
siraman.
h. Membersihkan seluruh anggota badan.
i. Mencuci kaki.
Dalil :
Aisyah RA berkata, "Ketika mandi
janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia
menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya
kemudian berwudlu seperti wudhu' orang shalat. Kemudian beliau mengambil air
lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin
semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudian
beliau membersihkan seluruh tubuhnya dengan air kemudian diakhiri beliau
mencuci kakinya. (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)
Sunnah-sunnah yang Dianjurkan Dalam Mandi Janabah
a. Membaca basmalah
b. Membasuh kedua tangan sebelum
memasukkan ke dalam air
c. Berwudhu' sebelum mandi
Aisyah RA berkata, "Ketika mandi
janabah, Nabi SAW berwudhu seperti wudhu' orang shalat." (HR Bukhari dan
Muslim)
d. Menggosokkan tangan ke seluruh
anggota tubuh .
Hal ini untuk membersihkan seluruh
anggota badan.
e. Mendahulukan anggota kanan dari
anggota kiri seperti dalam berwudhu'.
Mandi Janabah Yang Hukumnya Sunnah
Selain untuk 'mengangkat' hadats
besar, maka mandi janabah ini juga bersifat sunnah -bukan kewajiban-untuk
dikerjakan (meski tidak berhadats besar), terutama pada keadaan berikut:
a. Shalat Jumat
b. Shalat hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha
c. Shalat Gerhana Matahari (Kusuf) dan
Gerhana Bulan (Khusuf)
d. Shalat Istisqa'
e. Sesudah memandikan mayat
f. Masuk Islam dari kekafiran
g. Sembuh dari gila.
h. Ketika akan melakukan ihram.
i. Masuk ke kota Mekkah
j. Ketika Wukuf di Arafah
k. Ketika akan Thawaf, menurut Imam
Syafi'i itu adalah salah satu sunnah dalam berthawaf
Bagi muslim yang keluar mani sengaja
atau tidak, maka dia dalam keadaan junub, sehingga harus disucikan dengan mandi
wajib. Jika tidak mandi, maka shalatnya tidak sah.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika
Mandi Junub
a. Mendahulukan anggota kanan dari
anggota kiri seperti dalam berwudhu'. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh
hadits dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah SAW menyenangi untuk
mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya; memakai sandal, menyisir
dan bersuci." (HR Bukhori/5854 dan Muslim/268)
b. Tidak perlu berwudhu lagi setelah
mandi. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata:
Rasulullah SAW mandi kemudian sholat
dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak melihat beliau berwudhu setelah
mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah)
Wallahu a'lam bishshawab.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.
Ahmad Sarwat, Lc.
Hukum
Potong Kuku Saat Haidh dan Semir Rambut
1. Rambut Dan Kuku yang tidak boleh
dipotong saat haidh. Kami berpendapat bahwa hal itu tidak ada dasarnya dari
dalil-dalil yang sharih, baik dari Al-Quran Al-Karim atau pun sunnah Rasulullah
SAW. Jadi bila wanita sedang haidh lalu memotong sebagian rambut atau memotong
kukunya, tidak ada kewajiban untuk ikut ‘memandikan’ potongan rambut dan kuku
itu.
Orang yang berpendapat demikian
haruslah mengemukakan dalil yang shahih dan sharih dari Al-Quran Al-Karim dan
sunnah. Agar pendapatnya itu bisa diterima sebagai bagian dari hukum syariah.
Sedangkan bila tidak ada dasarnya, maka itu hanya pendapat manusia yang tidak
bernilai syar’i.
Barangkali hal itu lebih didasarkan
kepada logika bahwa wanita haidh itu wajib mandi dan bersuci sebelum dibolehkan
shalat atau puasa atau mengerjakan jenis ibadah lainnya. Maka secara logika,
bila pada saat haidh itu dia memotong kuku dan rambut, lalu potongannya itu
dibuang, maka ketika mandi janabah, potongan rambut dan kuku itu tidak termasuk
yang disucikan. Sehingga untuk menghindari hal itu, wanita dilarang memotong
rambut dan kuku saat haidh.
Tapi sekali lagi, ini hanyalah logika
dan nalar. Bukan berasal dari petunjuk syariat Islam. Sebab dari sekian banyak
ajaran yang telah Rasulullah SAW sampaikan kepada kita, tak sekali pun beliau
menyebutkan larangan itu, baik dalam hadits ataupun dalam ayat Al-Quran
Al-Karim.
Bahkan dalam kitab fikih yang
muktamad, kalau kita telusuri hal-hal yang dilarang dikerjakan oleh orang yang
sedang dalam keadaan junub, tak satu pun yang menyebutkan tidak boleh memotong
kuku dan rambut. Yang jelas-jelas dilarang untuk dikerjakan oleh orang yang
junub adalah :
a. Shalat atau sujud tilawah
b. Tawaf di sekitar ka’bah
c. Menyentuh mushaf Al-Quran Al-Karim
d. Membaca ayat Al-Quran Al-Karim
dengan lisannya bukan dalam hati, kecuali doa yang lafaznya diambil dari ayat
e. I’tikaf di masjid
2. Hukum Semir Rambut Mewarnai rambut
dibolehkan dalam Islam, sebagaimana hadits Rasulullah saw: Namun Rasulullah SAW
melarang untuk mewarnai rambut dengan warna hitam. Sedangkan bila warnanya
bukan hitam maka tidak ada larangan. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
"Orang Yahudi dan Nashara tidak
menyemir rambut, maka kamu berbedalah dengan mereka.” (HR Bukhari)
“Sesungguhnya sebaik-baik alat yang
kamu pergunakan untuk mengubah warna ubanmu adalah hina dan katam” (HR
at-Tirmidzi dan Ashabus Sunnan)
Namun demikian, untuk tujuan tertentu
dibolehkan untuk mengecat rambut putih dengan warna hitam, meski para ulama
berbeda pendapat dalam rinciannya:
a. Ulama Hanabilah, Malikiyah dan
Hanafiyah Mereka menyatakan bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan
kecuali bagi orang yang akan pergi berperang karena ada ijma yang menyatakan kebolehannya.
b. Abu yusuf dari ulama Hanafiyah
Mereka berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya sebaik-baiknya warna
untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk
istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian” (Tuhfatul
Ahwadzi 5/436)
c. Ulama Madzhab syafi’i Mereka
berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan kecuali
bagi orang-orang yang akan berperang. Hal ini didasarkan kepada sabda
Rasulullah SAW: “Akan ada pada akhir jaman orang-orang yang akan mengecat
rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga” (HR. Abu
Daud, An-Nasa’I, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Ahmad Sarwat, Lc
Wanita
Haid Harus Mengumpulkan Rambut Rontok?
Permasalahan Seputar Haid
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Ba'da tahmid wa shalawat.
Ustadz, ana mau tanya permasalahan
seputar haid yang walau terdengar klise tapi terus terang sangat menganggu:
1. Bolehkah wanita haid membaca Al
Qur'an dengan alasan sedang belajar. apakah ada dalilnya? Sampai sejauh mana
wanita haid dapat berinteraksi dengan Al Quran?
2. Jika wanita haid yakin kondisinya
'aman' (darahnya tidak akan mengotori tempat duduknya), bolehkah ia berdiam di
dalam masjid untuk mengikuti kajian keislaman?
3. Benarkah pendapat yang beredar di
kebanyakan masyarakat bahwa wanita haid harus mengumpulkan rambut yang jatuh
ketika ia sedang keramas / menyisir rambutnya, mengumpulkan kuku yang ia
gunting untuk kemudian sama-sama dibersihkan bersama anggota tubuh lain ketika
ia sedang mandi besar? mereka meyakini bahwa bila rambut/kuku wanita haid juga
berada dalam keadaan tidak suci & akan menjadi bara neraka bila tidak
dibersihkan/disucikan bersama-sama.
jazakallah atas bantuan ustadz.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Jawaban:
Pertanyaan nomor 1 dan 2 sudah
dijawab. Lihat pada file pertanyaan terdahulu.
Jawaban dari pertanyaan nomor 3.
Tidak benar seorang wanita haid harus
mengumpulkan rambut atau kuku yang telah lepas dari tubuhnya saat mandi karena
apa yang telah lepas dari tubuh kita sudah bukan lagi merupakan tanggung jawab
kita. Perintah untuk mengumpulkan rambut atau kuku pernah disampaikan oleh Imam
Al-Ghazali tapi tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur'an maupun hadits yang
menjadi landasannya.
Yang benar adalah ketika kita mandi
untuk bersuci dari haid atau junub, maka tidak boleh ada sehelai rambut pun
atau sekecil apa pun dari kulit kita yang tidak terkena air. Barang siapa yang
membiarkan rambutnya atau bagian dari tubuhnya tidak terkena air, maka diancam
dengan api neraka sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini:
Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu
Anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
barangsiapa yang meninggalkan tempat sehelai rambut saat mandi junub tidak
terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini dan begini dengan api
neraka. (Hadits riwayat Ahmad).
Ust. Iman Sulaiman Lc.
Wanita Haid Membaca Al-Qur'an dan Masuk Masjid
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya mengenai masalah
Haid, sbb :
- Bolehkah wanita yang sedang haid
membaca Al-Qur'an, memegang mushaf, menghafal ayat-ayat Al Qur'an, apa
landasannya?
- Bolehkah wanita yang sedang haid
masuk ke dalam masjid
Terima kasih
Soehartina
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Jawaban:
1. Jika membaca Al-Qur'an diniatkan
untuk tidak semata-mata membacanya, tetap dengan niat berdoa, seperti membacadoa
Rabbana Atina fi dunya hasanah….,
Rabbana Zhalamana anfusana…, Subahnal ladzi syakhkhara lana hadza.. (doa naik
kendaraan) dan sebagainya, atau dengan niat berdzikir, seperti membaca
al-ma'tsurat yang di dalamnya terdapt bacaan bebarapa ayat al-Qur'an, atau
dengan niat mendalili suatu hukum, atau membenarkan bacaan yang salah dan yang
lainnya, maka semua ulama sepakat atas kebolehannya.
Adapun jika membaca Al-Qur'an
diniatkan untuk semata-mata membaca, maka terdapat tiga pendapat:
Pertama, pendapat jumhur Ulama
(Syafi'i, Ahmad dan Abu Hanifah), mereka berpendapat bahwa wanita yang haid
atau nifas diharamkan membaca Al-Qur'an. Dalilnya adalah sebagai berikut:
Dari Ali berkata, Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam membacakan Al-Qur'an kepada kami dalam segala
keadaan selama tidak dalam keadaan junub. (Tirmidzi)
Bacalah Al-Qur'an selama salah seorang
di antara kamu tidak terkena junub. Jika junub maka tidak, walaupun satu huruf.
Hadits riwayat Daruquthni maukuf (tdak sampai kepada nabi, tapi hanya sampai
kepada sahabat).
Dari Ali Radhiyallahu Anhu dia berkata
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar dari WC kemudian
membacakan Al-Qur'an, memakan daging bersama kami. Dan tidak ada yang
menghalangi sesuatu pun untuk membaca Al-Qur'an selain junub.
Didatangkan air wudhu kepada Ali. Lalu
dia berkumur, menghirup air ke hidung tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali,
mencuci tangannya tiga kali, mengusap kepalanya, kemudian mencuci kedua kakinya
kemudian berkata, demikian saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
berwudhu kemudian membaca ayat Al-Qur'an, kemudian berkata, demikian ini bagi
orang yang tidak sedang junub, adapun orang yang sedang junub maka tidak boleh,
walaupun satu ayat. Para ulama menganalogikan orang yang haid dengan orang yang
junub karena kedua-keduanya adalah orang wajib mandi.
Pendapat kedua, Imam Bukhari, Ibnu
Hazm dan Ibnu Abbas berpendapat bahwa wanita yang sedang haid dibolehkan
membaca Al-Qur'an dengan alasan bahwa hadits yang dikemukakan orang jumhur
tidak dapat dijadikan dalil karena semua hadits tersebut derajatnya dha'if.
Pendapat ketiga, Imam Malik
berpandangan bahwa wanita yang sedang haid atau nifas dibolehkan membaca
Al-Qur'an selama darahnya masih mengalir. Sedangkan jika darahnya berhenti mengalir
maka dia tidak boleh membaca Al-Qur'an hingga mandi terlebih dahulu. Alasannya
adalah karena haidh dan nifas tidak bisa disamakan dengan junub, karena junub
berlangsung sebentar dan bisa langsung mandi, sedangkan haid dan nifas
berlangsung lama.
Jika orang yang haid dan nifas
dilarang membaca Al-Qur'an akan mengakibatkan kelupaan pada ayat-ayat yang
sudah dihafal, atau bahkan bisa menimbulkan kegersangan ruhiyah dan ini adalah
kemudharatan yang harus dihilangkan. Jadi orang yang haid dan nifas dibolehkan
membaca Al-Qur'an walau keadaannya tidak suci. Dan jika darahnya sudah berhenti
keluar maka kondisinya adalah seperti orang yang junub yang bisa mandi, hingga
dia tidak boleh lagi membaca Al-Qur'an hingga mandi terlebih dahulu. Inilah
pendapat pertengahan dan pendapat yang saya pandang lebih kuat dan realistis.
2. Wanita yang sedang haid diharamkan
untuk masuk masjid, berdasarkan dalil berikut ini:
a. Firman Allah SWT :
"(jangan pula hampiri masjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hinggakamu
mandi." (QS. An-Nisaa': 43(
b. Hadits Rasulullah.
Dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, sesungguhnya aku tidak
menghalalkan masjid untuk orang yang haid dan junub. (Riwayat Abu Daud)
Wallahu A'lam bishawwab.
Ust Iman Sulaiman Lc
0 komentar:
Posting Komentar