Janin yang hidup di dalam perut ibunya adalah makhluq Allah yang bernyawa. Dan nyawa itu haram dihilangkan pada hukum asalnya. Menggugurkan janin yang hidup di dalam rahim seorang ibu termasuk dalam perkara pembunuhan, meski pun janin itu belum lagi lahir sepenuhnya sebagai seorang anak manusia.
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah , melainkan
dengan suatu yang benar . Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan.(QS Al-Isra': 33)
Janin
yang masih di dalam perut ibunya sangat dihargai dalam syariat Islam. Bahkan
seorang ibu yang sedang hamil dibolehkan untuk tidak melakukan puasa Ramadhan,
lantaran untuk memastikan agar janin itu tetap mendapat suplai makanan.
Ketentuan syariah ini memastikan bahwa janin itu adalah seorang manusia
bernyawa yang wajib diberi makan, sehingga nyawanyapun harus dihargai.
Lebih
jauh lagi, bila seorang ibu hamil minum obat tertentu yang mengakibatkan
gugurnya janin tanpa sengaja, maka ada hukumannya. Yaitu ibu itu wajib membayar
kaffarat, tidak boleh mewarisi sesuatu daripadanya (sebab orang yang membunuh
tidak boleh mewarisi sesuatu dari yang dibunuh), dan wajib memerdekakan seorang
budak. Denda tersebut hendaklah diberikan kepada ahli waris si janin.
Oleh
karena itu Kami tetapkan bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu orang lain , atau bukan karena membuat
kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas
dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Dasarnya
adalah kaidah "Akhaffu Adh-Dhararain",
yaitu untuk mengambil bahaya (resiko) yang lebih kecil. Dalam hal ini nyawa ibu
jauh lebih berharga dari pada nyawa janin itu sendiri. Maka bila pilihannya
hanya satu, yaitu antara nyawa ibu atau nyawa janin atau malah nyawa keduanya,
maka keselamatan nyawa ibu harus diurutkan pada prioritas utama. (Lihat Qarar
Al-Majma' Al-Fiqh Al-Islami halaman 123).
Penetapan
usia janin 120 hari itu, didasarkan atas hadits nabawi:
Dari
Abdullah bin Mas'ud ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya selama 40 hari. Kemudian menjadi 'alaqah seperti itu, kemudian menjadi
mudhghah seperti itu, kemudian Allah mengutus kepadanya seorang malaikat dan
mengatur 4 hal: rizkinya, amalnya, susah dan bahagia kemudian meniupkan ruh
kepadanya .... (HR
Bukhari)
0 komentar:
Posting Komentar