• Integer vitae nulla!

    Integer vitae nulla!

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis interdum, turpis augue viverra justo, sed semper sem lorem sed ligula. Curabitur id urna nec risus volutpat ultrices. Aliquam nec sem. Etiam eu diam. Aenean turpis enim, viverra ac, tempus eget, lobortis ac,...

    http://www.simplewpthemes.com/demo/poker/?p=250
  • Suspendisse neque tellus

    Suspendisse neque tellus

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis interdum, turpis augue viverra justo, sed semper sem lorem sed ligula. Curabitur id urna nec risus volutpat ultrices. Aliquam nec sem. Etiam eu diam. Aenean turpis enim, viverra ac, tempus eget, lobortis ac,...

    http://www.simplewpthemes.com/demo/poker/?p=248
  • Curabitur faucibus

    Curabitur faucibus

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis interdum, turpis augue viverra justo, sed semper sem lorem sed ligula. Curabitur id urna nec risus volutpat ultrices. Aliquam nec sem. Etiam eu diam. Aenean turpis enim, viverra ac, tempus eget, lobortis ac,...

    http://www.simplewpthemes.com/demo/poker/?p=246

Kamis, 13 Desember 2012

Posted by Unknown 0 Comments Category:

Download Kamus Bahasa Arab V.2

para pembaca sekalian yang mencari kamus bahasa Arab untuk di install di komputer atau laptop masing-masing ni admin kasih link untuk download kamus bahasa Arab V.2.

kenapa alasan saya memilih kamus ini, karena yang pertama, kamus ini kompatible dengan maktabah Syamilah (Udah tau kan maktabah Syamilah), ketika lagi baca buku di maktabah Syamilah dan menemukan kalimat atau kata bahasa Aran yang gharib (asing) yang tidak tau artinya maka kamus ini akan sangat membantu, meski ga semua kata2 yang ada di maktabah Syamilah ada juga dalam kamus ini, ya usaha yang banyak akan menambah pahala bagi yang membacanya shob.

ok dehh...pertama download dulu kamus itu di sini.

cara pake untuk maktabah Syamilah gemanah?

caranya gampang, tinggal buka kamusnya dan jangan ditutup, biarin aja dia kebuka, terus buka dah maktabah syamilahnya dan tinggal kamu blok terus copy kata yang ga kamu paham, dan otomatis jika kata tersebut ada dalam database si kamus itu akan muncul ke layar dan otomatis akan keluar kata yang dicopy dengan artinya...

ok sekian aja dulu, dan selamat mencoba...jika ada pertanyaan silahkan ditanyakan ya...



Read more
Posted by Unknown 0 Comments Category:

Structure C++


Devinisi Struct Dan Contoh Scrip Struct Dalam C++

Definisi Struktur (struct) sendiri adalah kumpulan dari variabel yang dinyatakan dengan sebuah nama , dengan sifat setiap variabel dapat memiliki tipe yang berlainan.
Dalam pemrograman C++, jika kita membuat suatu program yang memerlukan berbagai tipe data yang akan digunakan. Tentunya dengan nama variable yang banyak pula. Dalam program yang sederhana, jika kita manggunakan sedikit variable tentu tidak jadi masalah. Akan tetapi jika kita akan membuat sebuah program yang lebih kompleks, dengan berbagai macam nama dan tipe variable dalam pendeklarasianya. Dengan struct, kita bisa mengelompokkan berbagai nama dan tipe variable tersebut sesuai dengan kelompoknya. Hal ini tentunya bisa berguna untuk memudahkan dalam mengelompokkan sebuah variable. Sebagai contoh umum, ada terdapat berbagai nama variable : nama, npm, alamat, dll. Variabel – variable tersebut dapat kita kelompokkan menjadi satu dengan nama data_mahasiswa. Kemudian jika terdapat variablemata_kuliah, nilai, sks, kelas, dll dapat kita kelompokkan menjadi satu dengan nama krs. Itulah sebagian gambaran umum tentang struct. Masih bingung karena bahasa yang terlalu beribet? Klo gitu, Langsung saja ke teori. Okey..
Dalam mendeklarasikan struct, ada beberapa cara penulisan yang biasa digunakan.
Pertama :
struct nama_struct {
tipe_data_1 nama_var_1;
tipe_data_2 nama_var_2;
tipe_data_3 nama_var_3;
……
};
Yang kedua adalah dengan deklarasi menggunakan typedef.
typedef struct {
tipe_data_1 nama_var_1;
.
.
tipe_data_n nama_var_n;
} nama_struct;
Kemudian untuk mendeklarasikan sebuah variable dengan tipe data struct yang telah dibuat sebelumnya adalah :
struct tipe_struct nama_variabel;
Jika pendeklarasian struct sebelumnya menggunakan typedef, maka untuk mendeklarasikan sebuah variable dengan tipe data struct adalah :
tipe_struct nama_variabel;
Dan untuk mengakses sebuah struct adalah dengan menggunakan operator titik (.)
nama_var_struct . nama_var_elemen;

NESTED STRUCT

Di dalam sebuah struct dapat dimungkinkan terdapat sebuah struct lagi. Jadi hal ini dapat diartikan struct di dalam struct. Hampir mirip nested loop, yaitu for di dalam for.
Contoh :
struct tanggal {
int hari;
int bulan;
int tahun;
};
struct karyawan {
char NIP [10];
char nama [20];
struct tanggal tgl_masuk;
float gaji;
};

STRUCT OF ARRAY

Sebuah struct yang di dalamnya tedapat variable dengan tipe data array.
Contoh :
struct data {
char nama[20];
char alamat[100];
};

ARRAY OF STRUCT

Sebuah array yang setiap data elemennya bertipe struct. Umumnya dipakai untuk menyimpan object data yang terstruktur, misal: data mahasiswa, karyawan, buku, barang, dsb.
Contoh :
typedef struct {
char npm [10];
char nama [20];
char alamat [30];
unsigned angkatan;
float ipk;
} mahasiswa ;
mahasiswa data[100];
// deklarasi var, menyiapkan 100 data dengan tipe data mahasiswa (struct yang telah dibuat sebelumnya)
Read more

Selasa, 11 Desember 2012

Posted by Unknown 0 Comments Category:

Nasihat Rumah Tangga-2


Nasehat 2  Upaya Membentuk (Memperbaiki) Isteri.
Apabila isteri adalah wanita shalihah maka inilah kenikmatan serta anugerah besar dari Allah Ta'ala. Jika tidak demikian, maka kewajiban kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan.
Hal itu bisa terjadi karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak semula ia memang menikah dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena laki-laki tersebut dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau ia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak ia bisa memperbaikinya, atau karena tekanan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini ia harus benar-benar berusaha sepenuhnya sehingga bisa melakukan perbaikan.
Suami juga harus memahami dan menghayati benar, bahwa persoalan hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allah-lah yang memperbaiki. Dan di antara karunia Allah atas hambaNya Zakaria adalah sebagaimana difirmankan:
"Dan Kami perbaiki isterinya". (Al-Anbiya': 90).
Perbaikan itu baik berupa perbaikan fisik maupun agama. Ibnu Abbas berkata: "Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak bisa melahirkan maka Allah menjadikannya bisa melahirkan". Atha' berkata: Sebelumnya, ia adalah panjang lidah, kemudian Allah memperbaikinya".  
Beberapa Metode Memperbaiki Isteri:
  1. Memperhatikan dan meluruskan berbagai macam ibadahnya kepada Allah Ta'ala. Kupasan dalam masalah ini ada dalam pembahasan berikutnya.
  2. Upaya meningkatkan keimanannya, misalnya:
    1. Menganjurkannya bangun malam untuk shalat  tahajjud
    2. Membaca Al Qur'anul Karim.
    3. Menghafalkan dzikir dan do'a pada waktu dan kesempatan tertentu.
    4. Menganjurkannya melakukan banyak sedekah.
    5. Membaca buku-buku Islami yang bermanfaat.
    6. Mendengar rekaman kaset yang bermanfaat, baik     dalam soal keimanan maupun    ilmiah dan terus mengupayakan tambahan koleksi kaset yang sejenis.
    7. Memilihkan teman-teman wanita shalihah baginya sehingga bisa menjalin ukhuwah yang kuat, saling bertukar pikiran dalam masalah-masalah agama serta saling mengunjungi untuk  tujuan yang baik.
    8. Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya. Misalnya dengan menjauhkannya dari  

Read more
Posted by Unknown 0 Comments Category:

Nasihat Rumah Tangga-1


Nasehat 1 : Memilih Istri yang Tepat

Allah berfirman:

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (An-Nur: 32).


Hendaknya seseorang memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا ، وَلِحَسَبِهَا ، وَلِجَمَالِهَا ، وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ


"Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana)".
Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.




"Dunia semuanya adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah''.
  Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat An-Nasa'i   dari Ibnu Amr, Shahihul Jami', hadits no.3407


"Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat".
Hadits riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami', hadits no. 5231


Dalam riwayat lain disebutkan :


"Dan isteri shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia".
Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'ab  dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami', hadits no. 4285




"Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat." 
Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa 'ul Ghalil, "Hadits ini shahih", 6/195




"(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit (qana'ah)".
Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623


Dalam riwayat lain disebutkan : "Lebih sedikit tipu dayanya".
Sebagaimana wanita shalihah adalah salah satu dari empat  sebab kebahagiaan maka sebaliknya wanita yang tidak shalihah adalah salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits shahih:



"Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah, engkau memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa aman dengan dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu"
Hadits riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash- Shahihah, hadits no. 282


Sebaliknya, perlu memperhatikan dengan seksama keadaan orang yang meminang wanita muslimah tersebut, baru mengabulkannya setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


"Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar".
Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah,  hadits no. 1022



Hal-hal di atas perlu dilakukan dengan misalnya bertanya, melakukan penelitian, mencari informasi dan sumber-sumber berita terpercaya agar tidak merusak dan menghancurkan rumah tangga yang bersangkutan."

Laki-laki shalih dengan wanita shalihah akan mampu membangun rumah tangga yang baik, sebab negeri yang baik akan keluar tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang negeri yang buruk tidak akan keluar tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.

Read more
Posted by Unknown 0 Comments Category:

Kisah Teladan Pasangan Suami Istri



Diriwayatkan bahwa Syuraih al-Qadhi bertemu dengan asy-Sya’bi pada suatu hari, lalu asy-Sya’bi bertanya kepadanya tentang keadaannya di rumahnya. Ia menjawab: “Selama 20 tahun aku tidak melihat sesuatu yang membuatku marah terhadap isteriku.” Asy-Sya’bi bertanya, “Bagaimana itu terjadi?” Syuraih menjawab, “Sejak malam pertama aku bersua dengan isteriku, aku melihat padanya kecantikan yang menggoda dan kecantikan yang langka. Aku berkata dalam hatiku: “Aku akan bersuci dan shalat dua rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah. Ketika aku salam dan mendapati isteriku menunaikan shalat dengan shalatku dan salam dengan salamku, maka ketika rumahku telah sepi dari para Sahabat dan rekan-rekan, aku berdiri menuju kepadanya. Aku ulurkan tanganku kepadanya, maka dia berkata, ‘Perlahan, wahai Abu Umayyah, seperti keadaanmu semula.’ Kemudian ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Aku sampaikan shalawat dan salam atas Muhammad dan keluarganya. Sesungguhnya aku adalah wanita asing yang tidak mengetahui akhlakmu, maka jelaskanlah kepadaku apa yang engkau sukai sehingga aku akan melakukannya dan apa yang tidak engkau sukai sehingga aku meninggalkannya.’ Ia melanjutkan, ‘Sesungguhnya pada kaummu terdapat wanita yang dapat engkau nikahi, dan pada kaumku terdapat pria yang sekufu denganku. Tetapi jika Allah menentukan suatu perkara, maka perkara itu terjadi. Engkau telah berkuasa, maka lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, yaitu menahan dengan yang ma’ruf atau mencerai dengan cara yang baik. Aku ucapkan sampai di sini saja, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untukmu…!’

Syuraih berkata, “-Demi Allah wahai asy-Sya’bi-, ia membuatku membutuhkan kepada khutbah di tempat tersebut. Aku katakan, ‘Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Aku sampaikan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sesungguhnya engkau mengatakan suatu pembicaraan yang bila engkau teguh di atasnya, maka itu menjadi keberuntunganmu, dan jika engkau meninggalkannya, maka itu menjadi hujjah (keburukan) atasmu. Aku menyukai demikian dan demikian, dan tidak menyukai demikian dan demikian. Apa yang engkau lihat baik, maka sebarkanlah, dan apa yang engkau lihat buruk, maka tutupilah!’

Ia mengatakan, ‘Bagaimana kesukaanmu dalam mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak ingin mertuaku membuatku penat.’ Ia bertanya, ‘Siapa yang engkau sukai dari para tetanggamu untuk masuk ke rumahmu sehingga aku akan mengizinkannya, dan siapa yang tidak engkau sukai sehingga aku tidak mengizinkannya masuk?’ Aku mengatakan, ‘Bani fulan adalah kaum yang shalih, dan Bani fulan adalah kaum yang buruk.’”

Syuraih berkata, “Kemudian aku bermalam bersamanya pada malam yang sangat nikmat (baik). Aku hidup bersamanya selama setahun dan aku tidak melihat melainkan sesuatu yang aku sukai. Ketika di awal tahun aku datang dari majelis Qadha’ (peradilan), tiba-tiba ada seorang wanita di dalam rumah. Aku bertanya, ‘Siapa dia?’ Mereka menjawab, ‘Mertuamu (yakni, ibu dari isterimu).’ Ia menoleh kepadaku dan bertanya kepadaku, ‘Bagaimana pendapatmu tentang isterimu?’ Aku menjawab, ‘Sebaik-baik isteri.’ Ia mengatakan, ‘Wahai Abu Umayyah, wanita tidak menjadi lebih buruk keadaannya darinya dalam dua keadaan: jika melahirkan anak, atau dimuliakan di sisi suaminya. Demi Allah, laki-laki tidak menemui di rumahnya yang lebih buruk daripada wanita yang manja. Oleh karena itu, hukumlah dengan hukuman yang engkau suka, dan didiklah dengan didikan yang engkau suka.’ Lalu aku tinggal bersamanya selama 20 tahun, dan aku tidak pernah menghukumnya mengenai sesuatu pun, kecuali sekali, dan aku merasa telah menzhaliminya.” [1]


KISAH BADR AL-MAGHAZILI DAN ISTRINYA

Dari Muhammad bin al-Husain, ia mengatakan bahwa Abu Muhammad al-Hariri berkata: "Aku berada di sisi Badr al-Maghazili, dan isterinya menjual intan seharga 30 dinar, maka dia berkata kepada isterinya, ‘Kita pisahkan dinar-dinar ini untuk saudara-saudara kita, dan kita makan rizki yang didapat sehari-hari.’ Isterinya memenuhi permintaan suaminya seraya mengatakan, ‘Engkau berzuhud sedangkan kami menginginkan? Ini tidak akan terjadi."[2]

KISAH RIYAH AL-QAISI DAN ISTRINYA

Riyah al-Qaisi menikahi seorang wanita, lalu dia membangun rumah tangga dengannya. Ketika pagi hari, wanita ini beranjak menuju adonannya, maka Riyah mengatakan, “Seandainya engkau mencari seorang wanita yang dapat mengerjakan pekerjaanmu ini.” Ia menjawab, “Aku hanyalah menikah dengan Riyah al-Qaisi dan aku tidak membayangkan menikah dengan orang yang sombong lagi ingkar. Pada malam harinya Riyah tidur untuk menguji isterinya, ternyata ia bangun pada seperempat malam, kemudian memanggilnya seraya mengatakan, “Bangun, wahai Riyah.” Dia menjawab, “Aku akan bangun.” Tapi ia tidak bangun. Lalu ia bangun pada seperempat malam yang terakhir, kemudian memanggilnya seraya mengatakan, “Bangun, wahai Riyah.” Dia menjawab, “Aku akan bangun.” Maka ia mengatakan, “Malam telah berlalu dan orang-orang yang berbuat kebajikan meraih keuntungan, sedangkan engkau tidur. Duhai siapa yang tega menipuku hingga aku menikah denganmu, wahai Riyah?” Lalu ia bangun pada seperempat waktu yang tersisa.” [3]


KISAH HUBAIB DAN ISTRINYA

Al-Husain bin ‘Abdirrahman berkata: “Sebagian Sahabat kami bercerita kepadaku, ia mengatakan: ‘Isteri Hubaib, yakni Ummu Muhammad mengatakan bahwa ia terjaga pada suatu malam sedangkan suaminya tidur, lalu ia membangunkannya pada waktu sahur seraya mengatakan, ‘Bangunlah wahai pria, sebab malam telah berlalu dan siang pun tiba, sedangkan di hadapanmu ada jalan yang panjang dan perbekalan yang sedikit. Para kafilah orang-orang shalih di depan kita, sedangkan kita di belakang.’” [4]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. Ahkaamun Nisaa’, Ibnul Jauzi (hal. 134-135) dan Ahkaamul Qur-aan, Ibnul ‘Arabi (I/417).
[2]. Ahkaamun Nisaa’ (hal. 147I.
[3]. Shifatush Shafwah (IV/43-44)
[4]. Shifatush Shafwah (IV/23).
http://www.almanhaj.or.id/content/2373/slash/0

Read more
Posted by Unknown 0 Comments Category:

Mengenal Lebih dekat tentang hukum cadar


Cadar : Mana Yang Sesuai Ajaran Nabi, Wajib Atau Tidak ?

Ketika ulama berfatwa bukan berarti tidak mengacu kepada Rasulullah SAW, sehingga terkesan sebagian orang ingin meninggalkan fatwa ulama dan hanya mengacu kepada Rasulullah SAW saja. Ini adalah pemahaman yang keliru tentang fatwa. Sebab fatwa lahir dari ijtihad dan ijtihad itu adalah upaya sungguh-sungguh dari seorang yang punya kapasitas terntentu dengan menggunakan metode yang teramat ilmiyah untuk menyimpulkan hukum syariat Islam berdasarkan Al-Quran Al-Kariem dan sunnah Rasulullah SAW.
Terkadang ada keterangan dari Rasulullah SAW yang sifatnya jelas, tegas dan to the point, maka kita tidak butuh lagi fatwa dan para ulama pun tidak perlu lagi berijtihad. Semua orang cukup dengan sekali baca sebuah hadits atau ayat, langsung saat itu juga tahu hukum suatu masalah. Dalam kasus-kasus yang telah jelas dan terang dalilnya, kita tidak perlu lagi mengutak-atik hukumnya.
Namun ada sekian banyak permasahalahan yang tidak ada dalilnya yang sharih, bahkan terkadang hukumnya tersamar atau tidak disebutkan secara langsung atau tidak to the point tentang suatu hal. Sehingga sangat besar kemungkinannya untuk menimbulkan kesimpulan hukum yang berbeda antara satu orang dengan lainnya.
Misalnya disebutkan bahwa dahulu Rasulullah SAW sering menggunakan tongkat bahkan diriwayatkan ketika khutbah pun beliau tetap berpegangan pada tongkat. Tapi apakah bisa disimpulkan bahwa memegang tongkat adalah bagian dari tata aturan dalam khutbah ?.
Beliau sendiri tidak secara ekspilisit menyebutkan kepada ummat bahwa bila kalian mau khutbah haruslah membawa tongkat. Nah, pada titik inilah biasanya orang berbeda pendapat dalam menyimpulkan sebuah hukum. Apalah tongkat itu bagian dari aturan berkhutbah ataukah secara kebetulan Rasulullah SAW membutuhkan tongkat untuk menopang tubuhnya, terutama di masa lanjut usianya.
Tidak jarang dalil-dalil itu bukannya tidak ada, melainkan seakan satu sama lain saling bertentangan. Dan kasus ini bukan hanya dalam satu dua kasus, melainkan ada banyak kasus yang demikian..
Yang menarik, kerepotan dalam mengambil kesimpulan hukum ini bukan hanya dialami oleh kita di masa sekarang ini saja. Bahkan dahulu para shahabat sendiri pun pernah mengalami hal yang sama. Meski bunyi petunjuk dari Rasulullah SAW sama, namun mereka memahaminya dengan cara yang berbeda. Seperti kasus shalat ashar di perkambungan Bani Quraidhah yang terkenal itu.
Maka untuk bisa memahami hukum yang terkadung dalam sebuah dalil, diperlukan metode analisa yang tajam, aktual dan terpercaya. Yang mempu melakukannya tentu orang-orang yang punya kapasitas terutama dari sisi kafaah syar`iyah. Dan kegiatan ini disebut dengan ijtihad dan hasilnya adalah fatwa para ulama. Kalau antara satu fatwa dengan yang lainnya tidak sesuai benar, tugas kita adalah meneliti kembali manakala diantara fatwa-fatwa itu yang ditunjang dengan dasar yang lebih kuat. Bukannya kembali kepada Rasulullah SAW, sebab semua pun sedang berusaha kembali kepada Rasulullah SAW. Tapi manakah yang paling bisa diterima hujjahnya dalam rangka kembali kepada Rasulullah SAW.
Dan anda tidak perlu bingung berhadapan dengan banyak fatwa yang berbeda itu, silahkan lihat dasar pijakannya dan bandingkan antara satu dan lainnya. Yang paling kuat menurut anda itulah yang bisa anda pilih. Dan salah satu indikator yang paling kuat adalah yang dipegang oleh jumhur ulama, meski bukan satu-satunya indikator.

Fatwa Tentang Cadar Dan Hujjahnya 
Masalah kewajiban memakai cadar sebenarnya tidak disepakati oleh para ulama. Maka wajarlah bila kita sering mendapati adanya sebagian ulama yang mewajibkannya dengan didukung dengan sederet dalil dan hujjah. Namun kita juga tidak asing dengan pendapat yang mengatakan bahwa cadar itu bukanlah kewajiban. Pendapat yang kedua ini pun biasanya diikuti dengan sederet dalil dan hujjah juga.

Dalam kajian ini, marilah kita telusuri masing-masing pendapat itu dan dengan dalil dan hujjah yang mereka ajukan. Sehingga kita bisa memiliki wawasan dalam memasuki wilayah ini secara bashirah dan wa'yu yang sepenuhnya. Tujuannya bukan mencari titik perbedaan dan berselisih pendapat, melainkan untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang dasar isitimbath kedua pendapat ini agar kita bisa berbaik sangka dan tetap menjaga hubungan baik dengan kedua belah pihak.

1. Kalangan Yang Mewajibkan Cadar 
Mereka yang mewajibkan setiap wanita untuk menutup muka (memakai niqab) berangkat dari pendapat bahwa wajah itu bagian dari aurat wanita yang wajib ditutup dan haram dilihat oleh lain jenis non mahram.

Dalil-dalil yang mereka kemukakan antara lain :
a. Surat Al-Ahzab : 59
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzah : 59)
Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering dikemukakan oleh pendukung wajibnya niqab. Mereka mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk kepala, muka dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah As-Salmani dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan diantara mereka tentang makna 'jilbab' dan makna 'menjulurkan'.
Namun bila diteliti lebih jauh, ada ketidak-konsistenan nukilan pendapat dari Ibnu Abbas tentang wajibnya niqab. Karena dalam tafsir di surat An-Nuur yang berbunyi (kecuali yang zahir darinya), Ibnu Abbas justru berpendapat sebaliknya.
Para ulama yang tidak mewajibkan niqab mengatakan bahwa ayat ini sama sekali tidak bicara tentang wajibnya menutup muka bagi wanita, baik secara bahasa maupun secara `urf (kebiasaan). Karena yang diperintahkan justru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya. Dan tidak ditemukan ayat lainnya yang memerintahkan untuk menutup wajah.
b. Surat An-Nuur : 31
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya." (QS. An-Nur : 31).
Menurut mereka dengan mengutip riwayat pendapat dari Ibnu Mas`ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah wajah, karena wajah adalah pusat dari kecantikan. Sedangkan yang dimaksud dengan `yang biasa nampak` bukanlah wajah, melainkan selendang dan baju.
Namun riwayat ini berbeda dengan riwayat yang shahih dari para shahabat termasuk riwayat Ibnu Mas`ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas dan lainnya dari kalangan tabi`in bahwa yang dimaksud dengan 'yang biasa nampak darinya' bukanlah wajah, tetapi al-kuhl (celak mata) dan cincin. Riwayat ini menurut Ibnu Hazm adalah riwayat yang paling shahih.
c. Surat Al-Ahzab : 53
"Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka , maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah."(QS. Al-Ahzab : 53)
Para pendukung kewajiban niqab juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka dan bahwa wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab ayat ini kepada istri Nabi, namun kewajibannya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.
Selain itu bahwa mengenakan niqab itu alasannya adalah untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yang melihat ataupun buat para istri nabi. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat ini bahwa cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka (istri nabi).
Namun bila disimak lebih mendalam, ayat ini tidak berbicara masalah kesucian hati yang terkait dengan zina mata antara para shahabat Rasulullah SAW dengan para istri beliau. Kesucian hati ini kaitannya dengan perasaan dan pikiran mereka yang ingin menikahi para istri nabi nanti setelah beliau wafat. Dalam ayat itu sendiri dijelaskan agar mereka jangan menyakiti hati nabi dengan mengawini para janda istri Rasulullah SAW sepeninggalnya. Ini sejalan dengan asbabun nuzul ayat ini yang menceritakan bahwa ada shahabat yang ingin menikahi Aisyah ra bila kelak Nabi wafat. Ini tentu sangat menyakitkan perasaan nabi.
Adapun makna kesucian hati itu bila dikaitkan dengan zina mata antara shahabat nabi dengan istri beliau adalah penafsiran yang terlalu jauh dan tidak sesuai dengan konteks dan kesucian para shahabat nabi yang agung.
Sedangkan perintah untuk meminta dari balik tabir, jelas-jelas merupakan kekhususan dalam bermuamalah dengan para istri Nabi. Tidak ada kaitannya dengan 'al-Ibratu bi `umumil lafzi laa bi khushushil ayah'. Karena ayat ini memang khusus membicarakan akhlaq pergaulan dengan istri nabi. Dan mengqiyaskan antara para istri nabi dengan seluruh wanita muslimah adalah qiyas yang tidak tepat, qiyas ma`al fariq. Karena para istri nabi memang memiliki standart akhlaq yang khusus. Ini ditegaskan dalam ayat Al-Quran.
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik," (QS. Al-ahzab : 32)

d. Hadits Larang Berniqab bagi Wanita Muhrim
Para pendukung kewajiban menutup wajah bagi muslimah menggunakan sebuah hadits yang diambil mafhum mukhalafanya, yaitu larangan Rasulullah SAW bagi muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.

"Janganlah wanita yang sedang berihram menutup wajahnya (berniqab) dan memakai sarung tangan".
Dengan adanya larangan ini, menurut mereka lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Sehingga perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.
Pendapat ini dijawab oleh mereka yang tidak mewajibkan niqab dengan logika sebaliknya. Yaitu bahwa saat ihram, seseorang memang dilarang untuk melakukan sesuatu yang tadinya halal. Seperti memakai pakaian yang berjahit, memakai parfum dan berburu. Lalu saat berihram, semua yang halal tadi menjadi haram. Kalau logika ini diterapkan dalam niqab, seharusnya memakai niqab itu hukumnya hanya sampai boleh dan bukan wajib. Karena semua larangan dalam ihram itu hukum asalnya pun boleh dan bukan wajib. Bagaimana bisa sampai pada kesimpulan bahwa sebelumnya hukumnya wajib ?
Bahwa ada sebagian wanita yang di masa itu menggunakan penutup wajah, memang diakui. Tapi masalahnya menutup wajah itu bukanlah kewajiban. Dan ini adalah logika yang lebih tepat.

e. Hadits bahwa Wanita itu Aurat
Diriwayatkan oleh At-Tirmizy marfu`an bahwa,

"Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya".
Menurut At-turmuzi hadis ini kedudukannya hasan shahih. Oleh para pendukung pendapat ini maka seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, termasuk wajah, tangan, kaki dan semua bagian tubuhnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah.

f. Mendhaifkan Hadits Asma`
Mereka juga mengkritik hadits Asma` binti Abu Bakar yang berisi bahwa, "Seorang wanita yang sudah hadih itu tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali ini dan ini" Sambil beliau memegang wajah dan tapak tangannya.


2. Kalangan Yang Tidak Mewajibkan Cadar
Sedangkan mereka yang tidak mewajibkan cadar berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat wanita. Mereka juga menggunakan banyak dalil serta mengutip pendapat dari para imam mazhab yang empat dan juga pendapat salaf dari para shahabat Rasulullah SAW.


a. Ijma' Shahabat
Para shahabat Rasulullah SAW sepakat mengatakan bahwa wajah dan tapak tangan wanita bukan termasuk aurat. Ini adalah riwayat yang paling kuat tentang masalah batas aurat wanita.


b. Pendapat Para Fuqoha Bahwa Wajah Bukan Termasuk Aurat Wanita. 
Al-Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan tapak tangan. (lihat Kitab Al-Ikhtiyar). Bahkan Imam Abu Hanifah ra. sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah sebuah kedaruratan yang tidak bisa dihindarkan.

Al-Malikiyah dalam kitab 'Asy-Syarhu As-Shaghir' atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat wanita merdeka dengan laki-laki ajnabi (yang bukan mahram) adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat.
Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya 'al-Muhazzab', kitab di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.
Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata kitab Al-Mughni 1 : 1-6,"Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat
Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla.

c. Pendapat Para Mufassirin
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan bahwa batas aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Mereka antara lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan lainnya. Pendapat ini sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.


d. Dhai'ifnya Hadits Asma Dikuatkan Oleh Hadits Lainnya
Adapun hadits Asma` binti Abu Bakar yang dianggap dhaif, ternyata tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau 'hijab wanita muslimah', 'Al-Irwa`, shahih Jamius Shaghir dan `Takhrij Halal dan Haram`.


e. Perintah Kepada Laki-laki Untuk Menundukkan Pandangan. 
Allah SWt telah memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar). Hal itu karena para wanita muslimah memang tidak diwajibkan untuk menutup wajah mereka.

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat(QS. An-Nuur : 30)
Dalam hadits Rasulullah SAW kepada Ali ra. disebutkan bahwa,
Jangan lah kamu mengikuti pandangan pertama (kepada wanita) dengan pandangan berikutnya. Karena yang pertama itu untukmu dan yang kedua adalah ancaman / dosa". (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizy dan Hakim).
Bila para wanita sudah menutup wajah, buat apalagi perintah menundukkan pandangan kepada laki-laki. Perintah itu menjadi tidak relevan lagi.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

Read more
Posted by Unknown 0 Comments Category:

Aborsi dalam Keadaan Darurat


Janin yang hidup di dalam perut ibunya adalah makhluq Allah yang bernyawa. Dan nyawa itu haram dihilangkan pada hukum asalnya. Menggugurkan janin yang hidup di dalam rahim seorang ibu termasuk dalam perkara pembunuhan, meski pun janin itu belum lagi lahir sepenuhnya sebagai seorang anak manusia.

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah , melainkan dengan suatu yang benar . Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.(QS Al-Isra': 33)

Janin yang masih di dalam perut ibunya sangat dihargai dalam syariat Islam. Bahkan seorang ibu yang sedang hamil dibolehkan untuk tidak melakukan puasa Ramadhan, lantaran untuk memastikan agar janin itu tetap mendapat suplai makanan. Ketentuan syariah ini memastikan bahwa janin itu adalah seorang manusia bernyawa yang wajib diberi makan, sehingga nyawanyapun harus dihargai.
Lebih jauh lagi, bila seorang ibu hamil minum obat tertentu yang mengakibatkan gugurnya janin tanpa sengaja, maka ada hukumannya. Yaitu ibu itu wajib membayar kaffarat, tidak boleh mewarisi sesuatu daripadanya (sebab orang yang membunuh tidak boleh mewarisi sesuatu dari yang dibunuh), dan wajib memerdekakan seorang budak. Denda tersebut hendaklah diberikan kepada ahli waris si janin.
Oleh karena itu Kami tetapkan bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Para ulama sepakat mengharamkan penguguran janin di dalam rahim ibu. Kecuali dengan beberapa alasan yang kuat dan dibenarkan oleh para medis. Di dalam ketatapan Majma' Al-Fiqih Al-Islami pada Rabithah Alam Islami di Mekkah Al-Mukarramah disebutkan bahwa bila usia janin telah mencapai 120 hari, tidak boleh dilakukan pengguguran, meski pun terdapat indikasi bahwa janin itu mengalami cacat bawaan. Kecuali bila telah ditetapkan para dokter ahli bahwa cacat itu sangat membahayakan nyawa ibu yang mengandungnya, maka untuk itu para ulama sepakat membolehkannya.
Dasarnya adalah kaidah "Akhaffu Adh-Dhararain", yaitu untuk mengambil bahaya (resiko) yang lebih kecil. Dalam hal ini nyawa ibu jauh lebih berharga dari pada nyawa janin itu sendiri. Maka bila pilihannya hanya satu, yaitu antara nyawa ibu atau nyawa janin atau malah nyawa keduanya, maka keselamatan nyawa ibu harus diurutkan pada prioritas utama. (Lihat Qarar Al-Majma' Al-Fiqh Al-Islami halaman 123).
Penetapan usia janin 120 hari itu, didasarkan atas hadits nabawi:
Dari Abdullah bin Mas'ud ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari. Kemudian menjadi 'alaqah seperti itu, kemudian menjadi mudhghah seperti itu, kemudian Allah mengutus kepadanya seorang malaikat dan mengatur 4 hal: rizkinya, amalnya, susah dan bahagia kemudian meniupkan ruh kepadanya .... (HR Bukhari)
Ada pun pengguguran janin di bawah usia 120 hari, para ulama punya pandangan yang tidak sama. Jumhur ulama (mayoritas) sepakat untuk mengharamkan pengguguran itu, meski baru berusia di bawah 120 hari. Di antara mereka yang berpendapat demikian adalah mazhab Al-Malikiyah, Al-Imam Al-Ghazali dari kalangan As-Syafi'iyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sebagian ulama Al-Hanafiyah, Al-Hanabilah dan mazhab Zahiri. Demikian juga di kalangan ulama kontemporer ada Syeikh Muhammad Syaltut, Syeikh Yusuf Dr. Al-Qaradawi, Dr. Wahbah Az-Zuhaily dan lainnya. Kami sendiri juga lebih memilih pendapat ini, karena dalam pandangan kami, inilah pendapat yang lebih menentramkan jiwa.

Read more

Senin, 10 Desember 2012

Posted by Unknown 0 Comments Category:

Tanya Jawab Seputar Wanita Haidh


Menggunting Kuku Saat Haid


Assalaamu'alaikum wr. wb.

Ustadz apa hukumnya menggunting kuku saat haid? Adakah hadis yang melarangnya? Terima kasih atas jawabannya.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

Jawaban:

Hukum menggunting kuku ketika haid atau yang sedang nifas adalah boleh sebab tidak ada dalil yang melarangnya. Yang diperingatkan Rasulullah adalah jangan sampai ketika mandi junub atau bersuci dari haid meningga sehelai rambut atau sekecil apa pun bagian dari kulit atau kuku yang tidak terkena air. Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang meninggalkan tempat sehelai rambut saat mandi junub yang tidak terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini dan begini dengan api neraka." (HR. Ahmad).

Adapun wanita yang kuku panjang maka disunnahkan baginya untuk memotongnya karena memotong kuku bagian dari sunnah fitrah, sebagaimana yang dibadakan Rasulullah Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw bersabda, "Lima macam dari fitrah: dikhitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan mencukur kumis." (HR. Bukhari dan Muslim). Wallah A'lam.

Ust. Iman Sulaiman Lc.


Cara Mandi Setelah Haidh

Assalammualaikum Wr.Wb.

Ustadz, saya ingin bertanya tentang tata cara mandi setelah haid. Dari beberapa buku yang saya baca, disebutkan bahwa kita harus berwudhu sebelum mandi, kemudian mandi membasahi seluruh tubuh. Tetapi saya juga mendengar bahwa kita harus menggunakan debu dari dinding kamar mandi. Mohon penjelasannya ustadz. Saya harap ustadz memberikan tahapan-tahapannya, karena ini adalah masalah yang penting.

Atas jawaban ustadz saya ucapkan terima kasih

Wassalammualaikum Wr.Wb.

Siti Rahmawati

Jawaban:

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.

Bismillah, Washshaltu Wassalamu 'ala Rasulillah, Waba'du.

Mandi wajib adalah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat kita. Nama sebenarnya adalah mandi janabah/junub. Mandi ini merupakan tatacara/ritual yang bersifat ta'abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi Janabah

a. Keluarnya mani/sperma

Baik dengan sengaja atau tidak

Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma)."

b. Bersetubuh

Meskipun tidak keluar air mani, yang penting telah terjadi persentuhan antara dua alat kelamin.

Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila dua kelamin bertemu, maka sudah wajib mandi. Aku melakukannya dengan Rasulullah SAW maka kami mandi."

c. Meninggal

Yaitu kewajiban untuk memandikan jenazah. Nabi Saw besabda tentang muhrim (orang yang sedang ihram) tertimpa kematian,

"Mandikanlah dengan air dan daun bidara".

d. Haidh / Menstruasi

Dalil : Nabi SAW bersabda, "Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah." (HR Bukhari dan Muslim)

e. Nifas

Yaitu berhentinya keluar darah sesudah persalinan/melahirkan

f. Melahirkan

Yaitu sehabis bersalin meski tanpa nifas.


Rukun Mandi Janabah

Untuk melakukan mandi janabah, maka ada dua hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:

a. Niat dan menghilangkan najis dari badan bila ada.

Sabda Nabi SAW, "Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya." (HR Bukhari dan Muslim)

b. Meratakan air ke seluruh tubuh (termasuk rambut)

Sabda Nabi SAW, "Setiap bagian di bawah rambut adalah janabah, maka basahkanlah rambutmu dan bersihkanlah kulit."

Tata Cara Mandi Janabah

Pertama kedua tangan dicuci, kemudian mandi pertama kepala, kemudian terus dari bagian sebelah kanan, kemudian kiri, terakhir cuci kaki.

Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut

a. Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukan ke wajan tempat air.

b. Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri.

c. Mencuci kemaluan dan dubur.

d. Najis-nsjis dibersihkan.

e. Berwudhu sebagaimana untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.

f. Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut,
sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah.

g. Menyiram kepala dengan 3 kali siraman.

h. Membersihkan seluruh anggota badan.

i. Mencuci kaki.

Dalil :

Aisyah RA berkata, "Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudian berwudlu seperti wudhu' orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudian beliau membersihkan seluruh tubuhnya dengan air kemudian diakhiri beliau mencuci kakinya. (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

Sunnah-sunnah yang Dianjurkan Dalam Mandi Janabah

a. Membaca basmalah

b. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air

c. Berwudhu' sebelum mandi

Aisyah RA berkata, "Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudhu seperti wudhu' orang shalat." (HR Bukhari dan Muslim)

d. Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh .

Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.

e. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu'.

Mandi Janabah Yang Hukumnya Sunnah

Selain untuk 'mengangkat' hadats besar, maka mandi janabah ini juga bersifat sunnah -bukan kewajiban-untuk dikerjakan (meski tidak berhadats besar), terutama pada keadaan berikut:

a. Shalat Jumat

b. Shalat hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

c. Shalat Gerhana Matahari (Kusuf) dan Gerhana Bulan (Khusuf)

d. Shalat Istisqa'

e. Sesudah memandikan mayat

f. Masuk Islam dari kekafiran

g. Sembuh dari gila.

h. Ketika akan melakukan ihram.

i. Masuk ke kota Mekkah

j. Ketika Wukuf di Arafah

k. Ketika akan Thawaf, menurut Imam Syafi'i itu adalah salah satu sunnah dalam berthawaf

Bagi muslim yang keluar mani sengaja atau tidak, maka dia dalam keadaan junub, sehingga harus disucikan dengan mandi wajib. Jika tidak mandi, maka shalatnya tidak sah.


Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi Junub

a. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu'. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah SAW menyenangi untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya; memakai sandal, menyisir dan bersuci." (HR Bukhori/5854 dan Muslim/268)

b. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata:

Rasulullah SAW mandi kemudian sholat dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak melihat beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah)


Wallahu a'lam bishshawab.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Ahmad Sarwat, Lc.



Hukum Potong Kuku Saat Haidh dan Semir Rambut

1. Rambut Dan Kuku yang tidak boleh dipotong saat haidh. Kami berpendapat bahwa hal itu tidak ada dasarnya dari dalil-dalil yang sharih, baik dari Al-Quran Al-Karim atau pun sunnah Rasulullah SAW. Jadi bila wanita sedang haidh lalu memotong sebagian rambut atau memotong kukunya, tidak ada kewajiban untuk ikut ‘memandikan’ potongan rambut dan kuku itu.

Orang yang berpendapat demikian haruslah mengemukakan dalil yang shahih dan sharih dari Al-Quran Al-Karim dan sunnah. Agar pendapatnya itu bisa diterima sebagai bagian dari hukum syariah. Sedangkan bila tidak ada dasarnya, maka itu hanya pendapat manusia yang tidak bernilai syar’i.

Barangkali hal itu lebih didasarkan kepada logika bahwa wanita haidh itu wajib mandi dan bersuci sebelum dibolehkan shalat atau puasa atau mengerjakan jenis ibadah lainnya. Maka secara logika, bila pada saat haidh itu dia memotong kuku dan rambut, lalu potongannya itu dibuang, maka ketika mandi janabah, potongan rambut dan kuku itu tidak termasuk yang disucikan. Sehingga untuk menghindari hal itu, wanita dilarang memotong rambut dan kuku saat haidh.

Tapi sekali lagi, ini hanyalah logika dan nalar. Bukan berasal dari petunjuk syariat Islam. Sebab dari sekian banyak ajaran yang telah Rasulullah SAW sampaikan kepada kita, tak sekali pun beliau menyebutkan larangan itu, baik dalam hadits ataupun dalam ayat Al-Quran Al-Karim.

Bahkan dalam kitab fikih yang muktamad, kalau kita telusuri hal-hal yang dilarang dikerjakan oleh orang yang sedang dalam keadaan junub, tak satu pun yang menyebutkan tidak boleh memotong kuku dan rambut. Yang jelas-jelas dilarang untuk dikerjakan oleh orang yang junub adalah :

a. Shalat atau sujud tilawah
b. Tawaf di sekitar ka’bah
c. Menyentuh mushaf Al-Quran Al-Karim
d. Membaca ayat Al-Quran Al-Karim dengan lisannya bukan dalam hati, kecuali doa yang    lafaznya diambil dari ayat
 e. I’tikaf di masjid

2. Hukum Semir Rambut Mewarnai rambut dibolehkan dalam Islam, sebagaimana hadits Rasulullah saw: Namun Rasulullah SAW melarang untuk mewarnai rambut dengan warna hitam. Sedangkan bila warnanya bukan hitam maka tidak ada larangan. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:

"Orang Yahudi dan Nashara tidak menyemir rambut, maka kamu berbedalah dengan mereka.” (HR Bukhari)

“Sesungguhnya sebaik-baik alat yang kamu pergunakan untuk mengubah warna ubanmu adalah hina dan katam” (HR at-Tirmidzi dan Ashabus Sunnan)

Namun demikian, untuk tujuan tertentu dibolehkan untuk mengecat rambut putih dengan warna hitam, meski para ulama berbeda pendapat dalam rinciannya:

a. Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah Mereka menyatakan bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan kecuali bagi orang yang akan pergi berperang karena ada ijma yang menyatakan kebolehannya.

b. Abu yusuf dari ulama Hanafiyah Mereka berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian” (Tuhfatul Ahwadzi 5/436)

c. Ulama Madzhab syafi’i Mereka berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan kecuali bagi orang-orang yang akan berperang. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW: “Akan ada pada akhir jaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga” (HR. Abu Daud, An-Nasa’I, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

Ahmad Sarwat, Lc


 Wanita Haid Harus Mengumpulkan Rambut Rontok?


Permasalahan Seputar Haid

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Ba'da tahmid wa shalawat.

Ustadz, ana mau tanya permasalahan seputar haid yang walau terdengar klise tapi terus terang sangat menganggu:

1. Bolehkah wanita haid membaca Al Qur'an dengan alasan sedang belajar. apakah ada dalilnya? Sampai sejauh mana wanita haid dapat berinteraksi dengan Al Quran?

2. Jika wanita haid yakin kondisinya 'aman' (darahnya tidak akan mengotori tempat duduknya), bolehkah ia berdiam di dalam masjid untuk mengikuti kajian keislaman?

3. Benarkah pendapat yang beredar di kebanyakan masyarakat bahwa wanita haid harus mengumpulkan rambut yang jatuh ketika ia sedang keramas / menyisir rambutnya, mengumpulkan kuku yang ia gunting untuk kemudian sama-sama dibersihkan bersama anggota tubuh lain ketika ia sedang mandi besar? mereka meyakini bahwa bila rambut/kuku wanita haid juga berada dalam keadaan tidak suci & akan menjadi bara neraka bila tidak dibersihkan/disucikan bersama-sama.

jazakallah atas bantuan ustadz.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

Jawaban:

Pertanyaan nomor 1 dan 2 sudah dijawab. Lihat pada file pertanyaan terdahulu.

Jawaban dari pertanyaan nomor 3.

Tidak benar seorang wanita haid harus mengumpulkan rambut atau kuku yang telah lepas dari tubuhnya saat mandi karena apa yang telah lepas dari tubuh kita sudah bukan lagi merupakan tanggung jawab kita. Perintah untuk mengumpulkan rambut atau kuku pernah disampaikan oleh Imam Al-Ghazali tapi tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur'an maupun hadits yang menjadi landasannya.

Yang benar adalah ketika kita mandi untuk bersuci dari haid atau junub, maka tidak boleh ada sehelai rambut pun atau sekecil apa pun dari kulit kita yang tidak terkena air. Barang siapa yang membiarkan rambutnya atau bagian dari tubuhnya tidak terkena air, maka diancam dengan api neraka sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini:

Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, barangsiapa yang meninggalkan tempat sehelai rambut saat mandi junub tidak terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini dan begini dengan api neraka. (Hadits riwayat Ahmad).

Ust. Iman Sulaiman Lc.

 Wanita Haid Membaca Al-Qur'an dan Masuk Masjid


Assalaamu'alaikum wr. wb.

Saya ingin bertanya mengenai masalah Haid, sbb :

- Bolehkah wanita yang sedang haid membaca Al-Qur'an, memegang mushaf, menghafal ayat-ayat Al Qur'an, apa landasannya?

- Bolehkah wanita yang sedang haid masuk ke dalam masjid

Terima kasih

Soehartina

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

Jawaban:

1. Jika membaca Al-Qur'an diniatkan untuk tidak semata-mata membacanya, tetap dengan niat berdoa, seperti membacadoa

Rabbana Atina fi dunya hasanah…., Rabbana Zhalamana anfusana…, Subahnal ladzi syakhkhara lana hadza.. (doa naik kendaraan) dan sebagainya, atau dengan niat berdzikir, seperti membaca al-ma'tsurat yang di dalamnya terdapt bacaan bebarapa ayat al-Qur'an, atau dengan niat mendalili suatu hukum, atau membenarkan bacaan yang salah dan yang lainnya, maka semua ulama sepakat atas kebolehannya.

Adapun jika membaca Al-Qur'an diniatkan untuk semata-mata membaca, maka terdapat tiga pendapat:

Pertama, pendapat jumhur Ulama (Syafi'i, Ahmad dan Abu Hanifah), mereka berpendapat bahwa wanita yang haid atau nifas diharamkan membaca Al-Qur'an. Dalilnya adalah sebagai berikut:

Dari Ali berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membacakan Al-Qur'an kepada kami dalam segala keadaan selama tidak dalam keadaan junub. (Tirmidzi)

Bacalah Al-Qur'an selama salah seorang di antara kamu tidak terkena junub. Jika junub maka tidak, walaupun satu huruf. Hadits riwayat Daruquthni maukuf (tdak sampai kepada nabi, tapi hanya sampai kepada sahabat).

Dari Ali Radhiyallahu Anhu dia berkata sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar dari WC kemudian membacakan Al-Qur'an, memakan daging bersama kami. Dan tidak ada yang menghalangi sesuatu pun untuk membaca Al-Qur'an selain junub.

Didatangkan air wudhu kepada Ali. Lalu dia berkumur, menghirup air ke hidung tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali, mencuci tangannya tiga kali, mengusap kepalanya, kemudian mencuci kedua kakinya kemudian berkata, demikian saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu kemudian membaca ayat Al-Qur'an, kemudian berkata, demikian ini bagi orang yang tidak sedang junub, adapun orang yang sedang junub maka tidak boleh, walaupun satu ayat. Para ulama menganalogikan orang yang haid dengan orang yang junub karena kedua-keduanya adalah orang wajib mandi.

Pendapat kedua, Imam Bukhari, Ibnu Hazm dan Ibnu Abbas berpendapat bahwa wanita yang sedang haid dibolehkan membaca Al-Qur'an dengan alasan bahwa hadits yang dikemukakan orang jumhur tidak dapat dijadikan dalil karena semua hadits tersebut derajatnya dha'if.

Pendapat ketiga, Imam Malik berpandangan bahwa wanita yang sedang haid atau nifas dibolehkan membaca Al-Qur'an selama darahnya masih mengalir. Sedangkan jika darahnya berhenti mengalir maka dia tidak boleh membaca Al-Qur'an hingga mandi terlebih dahulu. Alasannya adalah karena haidh dan nifas tidak bisa disamakan dengan junub, karena junub berlangsung sebentar dan bisa langsung mandi, sedangkan haid dan nifas berlangsung lama.

Jika orang yang haid dan nifas dilarang membaca Al-Qur'an akan mengakibatkan kelupaan pada ayat-ayat yang sudah dihafal, atau bahkan bisa menimbulkan kegersangan ruhiyah dan ini adalah kemudharatan yang harus dihilangkan. Jadi orang yang haid dan nifas dibolehkan membaca Al-Qur'an walau keadaannya tidak suci. Dan jika darahnya sudah berhenti keluar maka kondisinya adalah seperti orang yang junub yang bisa mandi, hingga dia tidak boleh lagi membaca Al-Qur'an hingga mandi terlebih dahulu. Inilah pendapat pertengahan dan pendapat yang saya pandang lebih kuat dan realistis.

2. Wanita yang sedang haid diharamkan untuk masuk masjid, berdasarkan dalil berikut ini:

a. Firman Allah SWT :

"(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hinggakamu mandi." (QS. An-Nisaa': 43(

b. Hadits Rasulullah.

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk orang yang haid dan junub. (Riwayat Abu Daud)

Wallahu A'lam bishawwab.

Ust Iman Sulaiman Lc

Read more

Populer Link

TULISAN BERJALAN TULISAN BERJALAN
1 2 4

Labels

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Diberdayakan oleh Blogger.